Thursday, December 15, 2011

Anatomy Ear


The ear is the organ of hearing. The parts of the ear include:

External or outer ear, consisting of:
  1. pinna or auricle - the outside part of the ear. 
  2. external auditory canal or tube - the tube that connects the outer ear to the inside or middle ear.
Tympanic membrane - also called the eardrum. The tympanic membrane divides the external ear from the middle ear.
Middle ear (tympanic cavity), consisting of:
  1. ossicles - three small bones that are connected and transmit the sound waves to the inner ear. The bones are called:
    * malleus
    * incus
    * stapes
  2. eustachian tube - a canal that links the middle ear with the throat area. The eustachian tube helps to equalize the pressure between the outer ear and the middle ear. Having the same pressure allows for the proper transfer of sound waves. The eustachian tube is lined with mucous, just like the inside of the nose and throat. 
Inner ear, consisting of:
  • cochlea (contains the nerves for hearing)
  • vestibule (contains receptors for balance)
  • semicircular canals (contain receptors for balance)
 

Treatment and Management of Urticaria

Urticaria which is also known as hives is a skin rash that is often described as red, itchy and raised. It may be as small as a papule or a big wheal several millimeters in size. It is most commonly caused by allergic reactions, but there are certain cases that are due to non allergic causes.
There are two major type ; the first type is that one that last for less than 6 weeks and more often attributed to allergic causes. Most common example of triggering factor is food. The second and the more severe type is the chronic type. This type of urticaria can last more than 6 weeks and can be refractory to most common treatment. This is less likely to be caused by an allergic reaction.
Urticaria


Management
It can be very difficult to manage, particularly chronic form. There is no guaranteed treatment or ways of controlling attacks. There are even an enormous number of patients with chronic form who are treatment resistant. Some common medications are suddenly losing their effectiveness and the patients become immune to the medication itself.
The most assured treatment is to avoid its triggering factors but this can only be exercised when the person knows exactly what it is, and this is not usually the case. Symptoms are often idiopathic or unknown.
The following are the most common treatment of hives:
  1. Histamine antagonist - drug therapy is usually in the form of anti-histamines such as hydroxizine. Citirizine and for acute attacks, diphenhydramine.
  2. Stress Management - while the disease is physiologic in origin, psychological management can also lessen the severity and the frequency of the attack. In addition, certain psychological means can also be done to shift focus away from the itch and discomfort during an attack
  3. Tricyclic anti-depressant - doxepin is also often potent H1 and H2 antagonist and may play a role in the therapy of patients with urticaria/hives.
  4. Steroids - can be given to patients with recurrent and refractory attacks of urticaria. This should be administered by doctors and must be prescribed.
  5. Diet - one who is suffering from urticaria should shy away from food that have a lot of preservatives like canned goods and certain food that is known to cause allergies. This allergenic food includes eggs, chicken, nuts, crustaceans and even chocolates.
  6. Homeopathic Remedies - make sure that you choose all natural ingredients that are guaranteed to be safe. Research on the ingredients first and find out its benefits as well as its side effects.
  7. Practical remedies at home - application of cold compress and calamine lotion significantly relieve the itch. It also helps in resolution of the swelling. One should limit exposure to too much heat and cold since extremes of temperature is also known to cause urticaria. One should avoid frequent skin contact on the affected area because too much direct stimulation will worsen the itch and the inflammation.
  8. Avoid stress and live a healthy life both physically and emotionally.

Urticaria
does not need to be an all-consuming problem. There are a variety of ways to prevent and treat it. Consultation with a specialist such as a dermatologist or an allergologist is always advisable

Article Source: http://EzineArticles.com/3475880

Wednesday, December 14, 2011

Otitis Media Akut (OMA)

Pengertian

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).

Yang paling sering terlihat ialah :

  1. Otitis media viral akut
  2. Otitis media bakterial akut
  3. Otitis media nekrotik akut
Etiologi

Penyebab otitis media akut adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.

Patofisiologi

Umumnya otitis media akut dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.

Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

Pemeriksaan Penunjang
  1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
  1. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.

Download Askep Otitis Media Akut disini

    Sunday, December 11, 2011

    Resusitasi Jantung Paru

    Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan pernapasan (bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seorang korban mengalai henti jantung dan henti nafas.

    Kapan kita memulai RJP
    Keputusan untuk melakukan RJP diambil setelah kita mendapat hasil dari pemeriksaan primer, yaitu : tidak sadar, tidak ada napas, dan tidak ada denyut jantung. Kejadian yang mengarah untuk dilakukannya RJP :
    1. Pastikan Respon Korban : Korban yang unresponsive dapat anda pikirkan dia mungkin membutuhkan RJP. Dan jika korban unresponsive anda harus memanggil bantuan.
    2. Reposisi Korban : Reposisi korban jika diperlukan, misal anda temukan korban dalam posisi telungkup.
    3. Pastikan Jalan Napas Terbuka : Lakukan manuver head-tilt, chin lift atau modified jaw thrust, sesuai keperluan.
    4. Cek Pernapasan : Lihat, Dengar dan Rasakan pernapasan. Pastikan ada tidaknya napas dalam waktu 3 - 5 detik. Pada korban yang tidak bernapas jangan langsung dilakukan RJP, tetapi anda harus melakukan …
    5. Pemberian 2 napas buatan : Lakukan teknik pertolongan pernapasan. Jika anda perhatikan adanya sumbatan jalan napas, lakukan teknik untuk membersihkan jalan napas. Jika jalan napas korban bersih dan dia masih dalam keadaan henti napas setelah diberikan 2 napas buatan maka…
    6. Cek Pulsasi Carotis : Pertahankan head tilt dengan salah satu tangan pada dahi korban dan gunakan tangan yang lain untuk meraba denyut carotis. Jika tidak teraba denyut nadi saat memeriksanya dalam waktu 5 - 10 detik, ini berarti korban dalam keadaan henti jantung dan anda harus ...
    7. Mulai RJP : Posisi Korban untuk RJP Korban dengan henti jantung harus berbaring pada permukaan yang keras, seperti lantai, tanah atau papan spinal. Cedera yang terjadi pada korban bukanlah alasan untuk menunda RJP. RJP harus dilakukan secepat mungkin. 

    Dalam melakukan RJP, anda sebagai seorang penolong harus:
      1. Mempertahankan terbukanya jalan napas (airway = A);
      2. Memberi napas untuk korban (bretahng = B);
      3. Mengusahakan kembalinya sirkulasi korban (circulation = C)

      Dalam prosedur RJP selalu mengikutsertakan prinsip ABC. Suatu pernapasan buatan tidak akan efektif jika jalan napas tidak terbuka. Pernapasan buatan tidak efektif pula jika sirkulasi terhenti. Darah yang bersirkulasi tidak akan efektif, kecuali darah tersebut teroksigenasi. Selalu diingat jika perdarahan dapat mengganggu sirkulasi. Oleh karena itu jika seorang korban kehilangan darah terlalu banyak maka RJP yang dilakukan tidak efektif. Ketika perdarahan yang terjadi begitu hebat, seperti pada kasus perdarahan hebat pada arteri besar (misal: A. Femoralis) maka RJP yang kita lakukan mungkin malah mempercepat perdarahannya, dan menimbulkan kematian biologik. Meskipun kasus seperti ini jarang terjadi, tetapi anda harus melakukan tindakan untuk mengurangi jumlah darah yang hilang sebelum dilakukan RJP. Dalam RJP, kita bertujuan memaksa darah korban yang mngalami henti sirkulasi untuk kembali bersirkulasi dengan melakukan kompresi dada eksternal , yang dikenal sebagai sirkulasi buatan. Dilakukan ketika korban berbaring terlentang pada permukaan yang keras (lantai, papan dan lainnya) dan kompresi dilakukan di dada pada garis tengah dada. Hal ini dipercaya dapat menyebabkan perubahan tekanan di dalam rongga dada yang membantu untuk memaksa darah bersirkulasi. Syarat utama kita melakukan RJP adalah korban harus berada dalam keadaan henti jantung. Hal ini berarti jantungnya berhenti berdenyut secara menyeluruh mungkin karena syok, perdrahan hebat, kerusakan jantung atau karena aksi obat-obat tertentu, sehingga jantung terlalu lemah untuk memompa darah. Korban mungkin masih bernapas pada saat jantungnya berhenti berdenyut, tetapi dalam 30 - 45 detik kemudian dia akan mengalami henti napas. Seorang korban yang membutuhkan RJP adalah korban yang memenuhi kriteria unresponsive, tidak bernapas, dan denyut nadi carotis tidak teraba atau lemah, sangat lambat dan irregular yang menandakan suatu krisis kekurangan sirkulasi.

      Titik Kompresi RJP
      Jantung terletak dalam mediastinum, diantara sternum dan colom spinal. Sebagian besar tulang iga (costa) melekat pada sternum. Dan tulang clavicula (selangka) menyokong sternum berada diatas jantung. Supaya RJP yang dilakukan efektif dan mencegah cedera yang serius pada korban maka kompresi dada eksternal harus dilakukan pada titik kompresi RJP.
      Menentukan Titik Kompresi:
      " Posisikan diri anda berlutut disamping korban.
      " Gunakan jari manis ( digitus anularis/ quartus ) anda untuk menentukan batas bawah dari sangkar costa .
      " Jika sudah anda dapatkan , gerakkan jari anda menelusuri lengkung costa sampai ke takik pada ujung sternum (proc. Xiphoideus);
      " Letakkan jari tengah dan jari telunjuk anda di atas takik sebelah atas jari manis tadi;
      " Letakkan tumit tangan anda yang lain (tangan yang dekat dengan kepala korban ) di atas sternum, di sebelah atas jari telunjuk.
      " Angkat jari-jari anda dari takik dan letakkan tangan tersebut di atas tangan yang lain pada dada

      Kompresi Dada
      Selalu diingat : Korban berbaring pada permukaan yang keras. Anda berlutut di samping disamping korban. Lutut anda dibuka sedikit (kira-kira selebar bahu anda)
      1. Posisikan tangan anda untuk menentukan titik kompresi ;
      2. Letakkan tangan yang digunakan untuk mencari titik kompresi di atas tangan yang pertama . Posisi kedua tumit tangan saling pararel satu dengan yang lainnya, dan jari-jari dari kedua tangan menunjuk ke arah yang menjauhi anda.
      3. Tangan anda dalam posisi extensi, pada intinya jaga jari-jari tangan anda jangan sampai menempel pada dada korban , hal ini bertujuan untuk mencegah cedera pada korban.
      4. Luruskan lengan anda dan kunci siku . anda tidak diperbolehkan menekuk siku selama melakukan atau melepas kompresi.
      5. Pastikan posisi bahu anda melebihi sternum korban (melebihi posisi tangan anda)
      6. Arah kompresi yang diberikan lurus ke bawah dengan tenaga yang cukup untuk menekan sternum ( untuk orang dewasa kedalaman tekanan 1,5 - 2 inchi ( 4 - 5 cm ).
      7. Setelah melakukan kompresi, lepaskan tekanan tersebut tapi jangan tekuk siku anda dan jangan angkat tangan dari sternum.
      Kompresi dada pada bayi dan anak agak berbeda, mengingat secara anatomis dada bayi atau anak relatif masih kecil, komponen tulang kerasnya masih belum sempurna, sehingga kedalaman kompresi dan kekuatannya harus benar-benar diperhatikan.

      Memberikan Ventilasi (Napas Buatan)
      Ventilasi diberikan setelah satu set kompresi diberikan. Gunakan teknik yang sama ketika melakukan pertolongan napas buatan. Semua teknik bisa digunakan baik yang dari mulut ke mulut, dari mulut ke hidung atau mulut ke stoma. ( Tapi ingat untuk menutup hidung korban ketika menggunakan teknik dari mulut ke mulut). Dibutuhkan 1 - 1,5 detik untuk setiap ventilasi.

      Kecepatan Rata-rata Pemberian Kompresi dan Ventilasi untuk Orang Dewasa
      " Kompresi: kecepatan rata-rata 80 sampai 100 kali per menit, maka kita berikan 15 kompresi dalam 9 sampai 15 detik (biasanya 10 detik).
      " Ventilasi: dilakukan dua napas setelah 15 kompresi (satu orang penolong), atau satu napas setelah lima kali kompresi (dua orang penolong). Berikan satu ventilasi (satu napas) tiap 1-1,5 menit.
      Meskipun Anda memberikan kompresi dengan kecepatan rata-rata 80 - 100 x per menit, tetapi biasanya hanya 60 kompresi yang dapat kita berikan dalam 1 menit. Untuk memastikan Anda memberikan kompresi dengan kecepatan yang konstan dan tepat, dapat dipandu dengan berkata: satu, dua, tiga , empat, lima, satu, dua, tiga, empat, puluh, satu, dua, tiga, empat seterusnya sampai 15 kompresi yang diberikan. (Hitungan di atas dapat anda ganti sesuai selera asal hitungan konstan dan anda harus tepat menghitung 15 kompresi yang diberikan dalam satu siklus).

      Pemeriksaan Denyut Nadi
      RJP yang dilakukan dalam waktu satu menit semestinya sesuai dengan empat siklus kompresi-ventilasi (1 siklus = 15 kompresi + 2 napas buatan). Setelah 4 siklus ini anda harus memeriksa denyut nadi karotis dan pada saat yang bersamaan pula anda periksa pernapasannya. Jangan hentikan RJP lebih dari 5 - 7 detik. Jika korban denyut nadinya kembali tetapi pernapasannya belum ada, maka mulailah resusitasi pernapasan dan tetap cek denyut karotis tiap beberapa menit. Jika korban tetap tidak bernapas dan denyut nadinya belum teraba maka langsung mulai lakukan RJP lagi. Pada bayi, pemeriksaan nadi dapat dilakukan pada a. Brachialis.

      RJP YANG TIDAK EFEKTIF DAN KOMPLIKASINYA
      RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban yang mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih ( tidak hidup). Kesempatan pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan secara efisien.
      Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan masalah-masalah seperti di bawah ini:
      " Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilt pada waktu diberikan napas buatan;
      " Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara;
      " Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat;
      " Hidung korban tidak ditutup selama pemberian napas buatan;
      " Korban tidak berbaring diatas alas yang keras;
      " Irama kompresi yang tidak teratur.

      Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada RJP. Apabila tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah tulang pada bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan terlalu rendah maka proc. xiphoid mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan kebawah menuju hepar yang dapat mengakibatkan laserasi (luka) disertai perdarahan dalam. Apabila tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi atau meleset satu dari lainnya maka costa atau kartilagonya dapat mengalami patah.
      Meskipun RJP dilakukan secara benar, masih terdapat kemungkinan terjadinya patah tulang iga atau terpisahnya kartilago dari perlekatannya. Jika terdapat kasus sepert ini, jangan hentikan RJP. Karena korban lebih baik mengalami patah beberapa tulang iga dan hidup daripada korban meninggal karena anda tidak melanjutkan RJP karena takut akan adanya cedera tambahan.
      Masalah distensi gaster juga sering terjadi.

      Baca Saya

      Salam semangat pada semua teman-teman pembaca Blog Jurnal Kesehatan. Kami persembahkan artikel-artikel kesehatan, asuhan keperawatan, dan jurnal keperawatan untuk semua kepentingan anda silahkan download atau copy paste secara gratis

      Jangan lupa tuliskan komentar nya ya...

      Affiliate Program

      Anda mahasiswa, pelajar, pegawai atau yang cuma suka Online di facebook dll.. Pengen punya penghasilan tambahan daftar aja disini

      Followers

       

      Tukar Link